THE CHANCE
Sudah
2 jam ini, bumi menumpahkan air matanya. Ya, sama dengan aku, sudah 2 jam pula aku menangisi kedua
orang tuaku untuk kesekian kalinya. Entahlah, aku masih belum bisa menerima
ini, kecelakaan itu telah merenggut
kedua orang tuaku, dan kedua
mataku ini.
Semenjak
itu, hidupku seperti sudah berakhir.
Tidak ada lagi warna
dalam hidupku, hanya hitam, hitam,
dan gelap yang aku rasakan setiap
hari. Entah apa maksud
Tuhan memberikan cobaan ini kepadaku,
untuk menguji seberapa kuat kesabaranku?
Atau untuk membuat aku
menderita? Jika itu jawabannya, aku lebih baik mati.
Ya, mungkin mati adalah
pilihan terbaik untukku.
“Angel,
waktunya untuk makan malam..”
suara suster Arlin mengagetkan aku, dia adalah
suster khusus yang ditugaskan untuk menjaga aku. Dia mempunyai
tubuh yang langsing, dan rambut yang lurus, suara dia
pun enak untuk di dengar. Tapi, percayalah, siapapun akan
menutup telinganya bila dia sudah
mengomel.
“bisa tolong
ketuk pintu dulu sebelum masuk,
suster?” tanyaku ketus. Ia
hanya mengelus rambutku, itu berarti
dia meminta maaf dan berjanji
tidak akan mengulanginya lagi. Dia pun langsung menyuapiku. Makanan malam ini enak,
tidak seperti biasanya.
“suster, kau
terlalu cepat memasukkan makanan ke dalam mulutku,
aku belum selesai mengunyahnya” protesku, suster Arlin pun merubah cara menyuapiku menjadi lebih lambat.
Dalam hati, aku ingin
makan sendiri, aku tidak mau
disuapi karena aku bukan bayi
lagi. Tapi, apa yang bisa
dilakukan oleh seseorang yang buta seperti aku?
Dengan
mataku yang buta ini, aku merasa
menjadi makhluk yang tidak berguna, aku tidak bisa
melakukan apapun.
Bahkan, untuk naik ke tempat
tidur pun, terkadang aku perlu bantuan
orang lain. Hidup yang sangat tidak
berguna.
***
Iblis
itu telah masuk ke dalam
tubuhku, tubuhku yang lemah ini.
Akal sehat pun tidak
aku miliki lagi. Ya, rasa bosan aku akan
hidup ini akhirnya akan berakhir
saat ini juga, iblis dalam
tubuhku ini memaksa aku untuk
memotong nadiku sendiri, melampiaskan kekesalanku kepada Tuhan karena telah
mengambil kedua orang tuaku dan
sepasang mataku ini yang membuat hidupku menjadi tidak bermakna lagi.
Tanganku
sibuk mencari cari benda tajam
yang sekiranya bisa aku pakai untuk
melakukan aksi nekatku ini, entah
sudah berapa banyak suara pecahan
yang aku timbulkan karena tanganku bergerak sejadinya.
Iblis itu benar benar
sudah menguasai tubuhku ini, seakan
aku ini robot yang hanya bisa dikendalikan
olehnya. Akal sehatku tidak bisa
menolongku. Tubuhku benar
benar kacau, sangat kacau.
Sampai
akal kotorku berpikir untuk mengambil pecahan beling dari barang
yang sudah aku pecahkan. Lagi
lagi, tanganku bergerak sejadinya mencari pecahan beling itu, sampai
aku merasakan perih yang tak terkira, aku yakin
tanganku sudah terkena pecahan itu dan aku
bisa merasakan darah segar
mulai menetes dari tanganku, aku tidak peduli.
Aku malah tertawa senang, karena akhirnya penderitaan aku akan berakhir
saat ini juga.
Dibalik
kesenangan ini, dengan darah segar yang masih aku rasakan menetes
dari tanganku, dunia menjadi berputar,
mungkin akan ada gempa, dan
tiba tiba saja, aku tidak sadarkan diri. pingsan.
***
Saat
aku terbangun, aku merasa sudah lebih baik. Tapi, aku
sudah tidak merasakan tetesan darah lagi, dan
rasa pusing ini juga telah hilang.
Aku mencoba mengingat ingat apa yang terjadi,
tapi tidak bisa. Otakku terlalu lelah untuk bisa mengingat
hal ini.
“dasar anak
bodoh!!” suster Arlin datang dan
langsung menamparku, tamparan yang sangat sangat keras itu
telah mengagetkan aku sekaligus melukai
hatiku
“suster, kau..
kau menamparku,
apa salahku?”
“apa salahmu??
Kau masih belum sadar apa salahmu?! Kau ini pura pura
bodoh, atau memang kau benar
benar bodoh Angel!!” suara suster Arlin
sangat tinggi sekali, tanpa perlu
aku Tanya, pasti dia sedang marah
besar. Tapi, apa salahku?
Aku masih belum mengerti
tentang ini.
“kau.. kau mencoba untuk bunuh diri
anak bodoh!” sekali lagi, suster
Arlin mendorong bahuku, hingga aku hampir terjungkal
jatuh dari tempat tidurku.
Marah?
Entahlah, tidak ada perasaan
itu dalam diriku atas sikap
suster Arlin kepadaku saat ini.
Aku hanya bisa berdiam
diri, menunduk, dan tanpa sadar
air mata menetes dari kedua mataku
yang buta ini.
“kemana akal
sehatmu Angel?! Kemana??! Apa kau pikir dengan
bunuh diri, segalanya akan selesai? Begitu?” aku menganggukkan
kepalaku.
“ah, dasar anak
bodoh. Bila orang tuamu masih hidup, mereka
akan menyesal karena telah melahirkan
kau ke dunia
ini!” tanpa perlu pengulangan, kata kata itu
berhasil membuat hatiku tersakiti untuk kedua kalinya.
“tidak! Mereka
akan bangga,
bangga suster! Karena, niat aku
untuk melakukan hal ini, karena
aku ingin menyusul mereka ke surga!” balasku
“surga? Surga katamu?”
suara suster Arlin berpadu dengan
tawa yang mengejek.
“apa kau
pikir, dengan bunuh diri, kau
akan masuk surga? Iya?! Tidak Angel, tidak! Orang yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri,
akan masuk
ke dalam neraka! Disiksa selama bertahun tahun disana! Dan kau tahu apa, kau tidak akan pernah
bisa bertemu dengan orang tuamu
di neraka sana!!” lagi lagi,
kata kata suster Arlin membuat
emosiku bertambah naik, bila mataku
tidak buta, aku akan melemparkan
benda tajam kepadanya agar dia bisa menutup mulutnya
untuk selamanya! Tapi, di satu
sisi, akal sehatku setuju dengan apa
yang dikatakan suster Arlin itu.
“sudahlah, percuma
aku menasihatimu. Sekarang, terserah kau ingin
melakukan apapun, percayalah. Orang tuamu disana akan sedih melihat tingkahmu kemarin, mereka akan menangis di
surga sana. Dan kau tahu, kenapa
orang tuamu memberikan nama
Angel untukmu? Karena mereka yakin, kau
akan menjadi malaikat yang akan selalu menjaga mereka, dimanapun mereka berada.” Suster Arlin pun menciumku, ciuman yang sangat hangat, kehangatannya masih bisa kurasakan
sampai suara langkah kaki suster Arlin menghilang dari pendengaranku.
Aku
berpikir, menyesali apa yang telah
aku lakukan kemarin, iblis itu telah menghilangkan
akal sehatku. Beruntung Tuhan masih memberikan
kesempatan untuk aku hidup, Aku
pun menangis, menangis menyesal. Menyadari, betapa bodohnya
diriku melakukan hal sebodoh itu.
Aku tidak ingin melihat orang
tuaku menangis di surga sana,
aku harus membuat mereka bangga, ya, bangga
karena anaknya, walaupun dengan keterbatasan mental mampu menghadapi dunia ini, walaupun tanpa
mereka, karena aku yakin sebenarnya
mereka selalu mengawasi aku diatas
sana.